Tumbang Baraoi - Satu per satu "mitos-mitos" tentang rendahnya minat baca masyarakat Indonesia mulai terbantahkan. Fakta-fakta yang baru menunjukan bahwa sesungguhnya minat baca masyarakat tidaklah rendah, tetapi dibuat rendah oleh akses yang buruk, dan minimnya jumlah serta mutu bacaan. Hal ini juga menguatkan dugaan, bisa saja hasil survey yang menunjukan rendahnya minat baca itu bukan lantaran mereka tidak suka membaca, melainkan sulitnya mendapatkan akses buku bacaan, khususnya untuk daerah pelosok.
Antusiasme anak-anak mengikuti Kegiatan Gelar Buku Taman Baca Baraoi |
Tidak dipungkiri, bagi sebagian daerah khususnya di pelosok akses untuk mendapatkan buku bacaan yang berkualitas tidaklah murah. Perpustakaan dan koleksi buku masih menjadi sesuatu yang mewah. Pun bagi yang nekat untuk membeli selalu dihadapkan sebuah ironi, ongkos kirim justru lebih mahal dari harga buku itu sendiri.
Bisa Saja Rendahnya Peringkat Literasi Indonesia di karenakan Sulitnya Akses Buku Bacaan |
Pada tanggal 20 Mei 2017, untuk pertama kalinya permasalahan peliknya distribusi pustaka ke pelosok-pelosok ini mulai menemukan titik terang. Janji Presiden Joko Widodo, untuk menggratiskan pengiriman buku ke seluruh taman baca dan perpustakaan di seluruh Indonesia dalam satu hari setiap bulan akhirnya mulai direalisasikan. Selanjutnya, program yang diberi nama Pustaka Bebas Bea atau Free Cargo Literacy (FCL)ini dilaksanakan rutin setiap tanggal 17 atau jika bertepatan hari libur di geser ke tanggal berikutnya.
Keberadaan Simpul Pustaka Diperlukan Untuk Mengangkat Minat Baca Anak-Anak Khususnya yang berada di pedalaman |
Semangat literasi pun semakin menggeliat. Komunitas baca, TBM dan simpul-simpul pustaka bermunculan, tidak hanya di kota-kota besar tetapi di hampir semua daerah dari provinsi paling timur hingga paling barat, dari Papua hingga Aceh di Pulau Sumatera. Untuk dapat menikmati program FCL tentu saja setiap TBM, simpul pustaka dan relawan harus terdaftar di jaringan penerima yang ada di PT POS Indonesia.
Kini setelah lebih dari setahun berlalu sejak FCL di gagas, ber ton-ton buku telah mengudara, menentang gravitasi menuju ratusan bahkan ribuan tbm dan simpul pustaka yang mengukir senyum-senyum tulus anak-anak di berbagai sudut negeri. Pada Juli 2017 Pustaka Bergerak Indonesia hanya mencatat ada sekitar 227 simpul pustaka yang berasal dari 28 daerah atau provinsi yang ada di Indonesia. Saat ini jumlah tersebut telah meningkat pesat yakni sebanyak 2019 simpul, yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia.
Pertumbuhan simpul-simpul pustaka ini tentunya menjadi sebuah indikasi bahwa predikat literasi di negeri ini tidak seburuk yang disematkan. Foto-foto dan mata kepala relawan dilapangan yang melihat langsung begitu antusiasnya anak-anak saat menyambut buku-buku baru adalah bukti yang tidak terbantahkan. Masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak Indonesia punya semangat membaca yang tinggi, mereka haus akan buku bacaan.
Sayangnya jika dibandingkan daerah lain, geliat Literasi di Kalimantan Tengah masih terbilang lesu. Meski program FCL telah berjalan lebih dari setahun, jumlah simpul pustaka di Kalteng masih dapat dihitung dengan jari. Berdasarkan daftar Simpul PBI (Pustaka Bergerak Indonesia) per 1 Oktober 2018, jumlah simpul pustaka Kalteng adalah yang paling sedikit di antara 34 Provinsi yang masuk dalam list. Simpul pustaka yang ada di Kalteng yang tercatat hanya ada 6, atau cuma mengalami penambahan sebanyak empat simpul dari data Juli 2017. Di Pulau Kalimantan, jumlah simpul terbanyak ada di Kalimantan Barat yakni sebanyak 44 simpul pustaka, sedangkan untuk seluruh Indonesia, simpul pustaka terbanyak ada di NTT yakni 319 simpul.
Kita berharap, simpul-simpul pustaka akan segera bermunculan di Kalimantan Tengah, mengingat provinsi ini juga memiliki banyak daerah katagori terpencil. Relawan-relawan yang tulus mengelola simpul pustaka baik berupa TBM, Komunitas Baca, ataupun perpustakaan desa ini adalah kunci menggiatkan semangat literasi di tanah air khususnya di Kalimantan Tengah.