Taman Baca Baraoi - Suara mesin perahu meraung di atas sungai yang berliku di pedalaman. Di dalam perahu sederhana itu, selain beberapa relawan, tampak kotak-kotak penuh buku. Mereka bukan sekadar bepergian, melainkan sedang menjalankan sebuah misi: mengantarkan bacaan ke desa-desa yang sulit dijangkau.
Kegiatan ini bernama Manalih Lewu, sebuah istilah dalam bahasa Dayak yang berarti “mengunjungi” atau “menyapa desa.” Nama itu dipilih karena sebagian besar anak-anak yang menjadi tujuan kegiatan ini adalah masyarakat Dayak, begitu pula dengan lingkungan sekitar Taman Baca Baraoi, sang penggagas program.
Membawa Buku Menyusuri Sungai
Sejak pertama kali digelar pada tahun 2016, Manalih Lewu menjadi salah satu program utama Taman Baca Baraoi yang berlokasi di Desa Tumbang Baraoi, Kecamatan Petak Malai, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Tujuan sederhana namun penting dari kegiatan ini adalah memberikan akses buku bacaan yang layak bagi anak-anak di desa dan dusun pedalaman. Selama ini, akses mereka untuk datang langsung ke Taman Baca Baraoi sangat terbatas, terutama karena jarak dan kondisi jalan yang sulit ditempuh.
Karena keterbatasan transportasi darat, para pengurus dan relawan memilih jalur sungai. Mereka menggunakan perahu mesin yang biasa disebut alkon, menyusuri sungai demi sungai untuk mencapai desa-desa tujuan.
Lapak Baca dan Kegiatan Edukatif
Setibanya di desa, tim Manalih Lewu menggelar lapak sederhana. Anak-anak biasanya berbondong-bondong datang, penuh rasa ingin tahu melihat kotak-kotak berisi buku. Dari situ, kegiatan membaca bersama dimulai.
Selain membaca, relawan juga menghadirkan berbagai aktivitas edukatif: mendongeng, membuat kerajinan tangan seperti origami, hingga permainan menyenangkan yang memupuk kreativitas sekaligus kebersamaan.
Antusiasme anak-anak inilah yang menjadi semangat terbesar. Meski perjalanan melelahkan, rasa penat itu terbayar lunas dengan senyum, tawa, dan semangat belajar yang terpancar dari wajah mereka.
Tantangan di Jalur Sungai
Memilih transportasi sungai bukan tanpa alasan. Jalan antar desa di Kecamatan Petak Malai masih sulit, terlebih di musim hujan. Jarak tempuh antar desa juga relatif jauh jika dilalui lewat jalur darat. Hingga kini, Taman Baca Baraoi belum memiliki kendaraan operasional untuk menjangkau wilayah pedalaman.
Alkon menjadi satu-satunya pilihan realistis. Meski demikian, perjalanan lewat sungai juga penuh tantangan: cuaca yang berubah cepat, arus sungai yang deras, dan keterbatasan perahu mesin yang dimiliki.
Saat Ini dan Harapan ke Depan
Sayangnya, untuk sementara kegiatan Manalih Lewu harus dorman karena kendala transportasi. Perahu motor yang biasanya digunakan belum lagi bisa dioperasikan.
Meski demikian, harapan tidak pernah padam. Semoga dalam waktu dekat kegiatan ini dapat kembali berjalan, agar anak-anak di pedalaman Katingan tetap dapat menikmati buku bacaan, mendengar dongeng, dan merasakan pengalaman belajar yang menyenangkan.
Menyapa Desa Lewat Literasi
Manalih Lewu bukan sekadar mengantarkan buku. Ia adalah cara sederhana namun bermakna untuk menyapa desa, menghubungkan anak-anak dengan dunia luas melalui bacaan.
Seperti kata pepatah: “Buku adalah jendela dunia.” Dan lewat jendela itu, meski terbuka di tepi sungai pedalaman Kalimantan, anak-anak Dayak bisa melihat dunia yang lebih luas, penuh harapan, dan penuh kemungkinan.
Momentum peringatan Hari Literasi Internasional yang baru saja kita rayakan menjadi pengingat bahwa akses literasi adalah hak semua orang, tanpa terkecuali—termasuk anak-anak di pedalaman. Semoga semangat Manalih Lewu dapat kembali mengalir bersama arus sungai, membawa cahaya pengetahuan ke desa-desa yang jauh dari hiruk pikuk kota.
 
 
 
 
 
 
 
 
